teater puspanegara

NASKAH  TEATER



A L E S I A


A Love Story

Bagian I

( Suasana waktu senja. Nampak bintang-bintang mulai muncul. Suara-suara malam mulai terdengar. Semuanya hening, dan menyimpan rahasia yang terdalam dari alam semesta. Di sebuah bangku panjang dalam sebuah taman, sepasang pecinta tengah memadu kasih. Mereka menikmati senja. Sama seperti langit yang menikmati rembulan dan bintang yang menginginkan awan. Disinilah kisah itu berawal.)

1. Romana : Hari ini kita telah berjanji pada setahun yang lalu. Pada bulan yang sama, bintang yang sama. Apakah engkau masih mengingatnya ?

2. Alesia : Haruskah aku memuntahkan kembali apa yang menjadi keinginanku, Romana.

3. Romana : Cinta tidak mengenal batas. Saat dimana aku belum terlambat untuk memasuki kehidupanmu. Sama seperti aku yang mulai jatuh cinta kepadamu, Alesia, pada setahun yang lalu.

 4. Alesia : Setahun ....

 5. Romana : Ya, aku selalu menggoreskan tanda melintang pada dinding kamarku.

 6. Alesia : Apakah engkau tetap menyayangiku, Romana?

7. Romana : Selalu, Alesia, selalu.

 ( Mereka saling memandang dan berpegangan tangan. Kata menjadi tak lagi berarti, karena hati lebih dari sekedar bicara. Tiba-tiba muncul seseorang yang berpakaian seperti seorang gembala, compang-camping, berlari menuju mereka berdua.)

8.Thius : Tuan ...., Tuan ! Harap Tuan segera kembali. Cepat !

9. Romana : Thius ! Apakah dia sudah datang ?

10. Thius : Ya, tuan. Tuan Devano datang bersama banyak orang. Cepatlah pergi. Cepat, tuan, sebelum semuanya terlambat.

11. Alesia : Romana ...?

 12. Romana : Tuan tanah bedebah. ( Thius berlari pergi. Dari kejauhan terdengar suara gaduh banyak orang. Romana berlari dengan Alesia di belakangnya keluar panggung. Nampak seorang berpakaian pembesar muncul disertai banyak orang. Mereka membawa pedang.)

13. Devano : Romana .....! Romana ...!

14. Orang 1 : Tuan, mereka telah pergi.

15. Devano : Bodoh, bodoh semuanya. Bukankah engkau yang memberitahukan hal ini ?

16. Orang 1 : Benar, tuan.

17. Devano : Bodoh ! Mana, mana kacamataku ? Hah, ini dia.

18. Orang 2 : Tuan, semuanya tidak akan menjadi jelas hanya melalui kacamata.

19. Devano : Remus yang pintar, aku tidak menginginkan perkataanmu.

 20 Orang 2 : Tapi kita memerlukan taktik agar bisa mengembalikan Alesia, tuan.

21. Devano : Ya, ya. Mengembalikan orang yang aku cintai. Romana ! Dimana kamu, akan kubunuh engkau ! Kembalikan Alesia-ku ! Kembalikan.

 22. Orang 2 : Tuan Devano...

 23. Devano : Taktik, ya, taktik. Apa yang ada dalam otakmu ?

 24. Orang 2 : Sederhana, tuan. Sangat mudah.

 25. Devano : Hmm, ya?

26. Orang 2 : Carilah gadis lain saja.

 27. Devano : Bodoh. Kucing semua. Oh, hariku yang sial. Mengapa harus ada orang-orang bodoh disekitarku.


 28. Orang 2 : Maaf, hanya taktik.

29. Orang 1 : Tuan, rupanya mereka tidak berada disini.

30. Devano : Aku tahu. Berkali-kali juga telah kamu katakan. Romana ! Tunggu aku.

 ( Mereka kemudian pergi. Keluar panggung dan tetap membawa dendam yang mendalam.)


Bagian II


( Suasana semakin kelam. Nampak seorang wanita tua duduk sambil memegangi sebuah guci. Disampingnya nampak nampan berisi air. Wajahnya bergurat karena sudah terlalu letih memikirkan kehidupan ini. Didepannya Alesia bersimpuh dan memandanginya dengan penuh cinta. )

31.Alesia : Ibu, apakah ibu akan terus memandangi guci itu ? Hari telah menjadi malam, Ibu. Ibu harus beristirahat.

32. Maria : Alesia, tidur bagi ibu hanyalah penyela agar bisa melupakan kematian. Tapi kita akan kehilangan banyak keajaiban, Alesia.

33. Alesia : Apa ibu banyak melihat keajaiban ?

34. Maria : Alesia, seperti malam yang menawarkan rahasia, seperti hal itulah guci ini memberiku kenangan. Kami saling mencintai. Namun kami tidak bisa saling memiliki. Sebelum aku menikah dengan ayahmu, dia menemuiku dan memberikan guci ini sebagai tanda perpisahan.

35. Alesia : Apakah Ibu selalu melihat wajahnya dalam guci ini ?

36. Maria : Bukan hanya wajahnya, namun cinta, kepercayaan dan jiwa. Dia bunuh diri sehari setelah ayahmu menikahiku.

37. Alesia : Kekecewaan telah membuatnya hilang, Ibu.

38. Maria : Alesia ...( Mereka saling berangkulan dan berbicara dalam diam.)

39. Alesia : Apakah Ibu mencintai ayah ?

40. Maria : Engkaulah yang membuat ibu mencintai ayahmu.

41. Alesia : Ibu .... ( Dari kegelapan muncul seseorang berperawakan besar, berpakaian pembesar dan berwajah sabar.)

42. Maria : Rupanya engkau telah datang.

43. Antonio : Ambilkan aku minum. Terlalu haus bersama para pembesar. Rapat dan bergumul dengan omong kosong. Membuatku menjadi seperti orang bodoh.

( Maria bergerak mengambilkan air, namun Alesia mencegahnya.)

 44. Alesia : Ibu, biar aku saja. (Alesia mendatangi Antonio dan menyampaikan nampan.) Silahkan, ayah. ( Antonio tersenyum dan meminumnya.)

45. Maria : Apakah engkau akan pergi lagi ke kerajaan ? Aku akan menyiapkan bekal untukmu kalau engkau akan jadi pergi.

 46. Antonio : Suasananya menjadi kacau. Aku semakin terjepit.

47. Maria : Pertentangan dengan menteri pedagangan ?

 48. Antonio : Bukan, bukan masalah itu. Devano semakin memojokkan aku. Bahkan dia telah mempengaruhi kaisar, bahwa aku seorang pengkhianat. Dia terlalu berambisi mengincar jabatanku. 49. Alesia : Ayah ...

50. Maria : Suamiku, aku akan selalu mendukungmu. Apapun itu.

 ( Malam semakin larut. Mereka bertiga diam menimbang apa yang akan terjadi. Tiba-tiba Devano muncul dengan kedua orangnya. Nampak dia muncul dengan kemenangan. Sinis dan busuk.)

 51. Antonio : Devano, lancang engkau masuk ke dalam rumahku.

52. Devano : Hm, pertemuan keluarga yang menarik. Sangat mengesankan.

53. Alesia : Devano, apa lagi yang akan kau lakukan terhadap keluargaku ?

54. Devano : Sabar, nona manis. Aku tidak akan melakukan apapun terhadap keluargamu. Hanya ...

55. Antonio : Hanya akan menghancurkan keluargaku ? Itu saja.

56. Orang 2 : Tuan Devano tidak akan membuat anda menjadi busuk.

57. Devano : Sebentar lagi pasukan kaisar akan datang menjemputmu. Dan dakwaan pengkhianat akan membuatmu menjadi lega, tuanku terhormat.

 58. Antonio : Pengkhianat !

( Antonio mengambil pedangnya dan mulai menyerang Devano. Alesia dan Maria berlari ke pojok ruangan. Tertegun menyaksikan kejadian yang berlangsung sangat cepat itu. Devano mundur ke belakang. Anak buah Devano kemudian menangkis serangan itu dengan gencar. Karena banyak musuh, akhirnya Antonio terjatuh dengan kedua pedang menempel di lehernya. Alesia menjerit dan berlari menubruk ayahnya. Devano tertawa riang.)

59. Devano : Jangan kau bunuh ayahku, Devano. Apa yang kau inginkan ?

60. Devano : Kekuasaan, kemasyhuran dan kekuatan, Alesia. Aku ingin menjadi raja. Perkasa, ya aku perkasa. Bagaimana, Alesia. Tapi.... Sepertinya ada sesuatu yang bisa kau lakukan supaya ayahmu selamat, Alesia.

51. Alesia : Katakan apa maumu.

52. Devano : Bawa Antonio keluar !

( Anak buah Devano membawa Antonio keluar pangung. Antonio lebih mirip seorang tawanan dengan acungan pedang di tangan anak buah Devano . Maria berlari menyusul Antonio. Mereka keluar panggung.) Dengan begini semuanya akan menjadi mudah.

53. Alesia : Pengecut !

54. Devano : Jangan khawatir, calon rajamu tidak akan pernah menipumu. Asal engkau mau menjadi kekasihku, Alesia , ayahmu akan selamat. Juga ibumu. Bagaimana ?

55. Alesia : Diatas segala kebusukan, engkau lebih busuk, Devano.

56. Devano : Eit, jangan marah dulu. (berteriak pada anak buah) Hei, bodoh ! Lakukan ! ( Terdengar jeritan Antonio dan Maria meraung-raung.) Bagaimana, Alesia, masih bertahan ? Mereka hanya terluka sedikit dan akan lebih banyak kalau engkau menolak. Hmm...?

57. Alesia : Baik. Baik kalau itu maumu. Aku setuju.

58. Devano : Aku lebih setuju, Alesia. ( Tiba-tiba terdengar suara gaduh diluar rumah. Suara orang berbantah-bantahan selanjutnya tedengar jeritan -jeritan. Selanjutnya senyap. Terdengar suara gaduh lagi dan akhirnya menjauh. Senyap kembali menyelimuti bumi. )

59. Orang 1 : ( berteriak dari luar) Tuan Devano ! Pasukan kerajaan telah datang dan seseorang telah terbunuh.

60. Orang 2 : (berteriak dari luar) Dua orang terbunuh, tuan.

51. Alesia : Ayah......... Ibu ..... (Alesia terpuruk seperti benang basah. Menangis jauh dengan segala kesedihannya.) Aku telah kehilangan. Kehilangan semuanya. Ayah......Ibu....... Devano, kau pembohong. Pembunuh, pembunuh !

52. Devano : Aku telah berjanji tidak akan membunuh mereka, tapi pasukan kerajaan tidak pernah berjanji untuk tidak membunuh mereka.

53. Alesia : Kalian semua pembunuh. Pembunuh!

54. Devano : Sesuai kesepakatan. Engkau harus ikut aku. Engkau telah menjadi milikku. Ayo!

 ( Devano memegang tangan Alesia yang terus meronta-ronta sambil mengutuk Devano. Dengan kasar Devano membawa Alesia keluar dari panggung.)


Bagian III

( Waktu telah berubah. Hari telah berganti. Dan malam selalu setia menjenguk bintang. Setengah tahun telah berlalu. Di sebuah ruangan, nampak seorang wanita yang berpakaian mewah namun terlihat telah kehilangan gairah hidupnya duduk merenungi nasibnya. Gurat-gurat wajahnya menyiratkan pergolakan batinnya yang dalam, dan membuatnya menjadi terlihat lebih tua dari umur sebenarnya. Disampingnya seorang pelayan, wanita muda yang sebenarnya sebaya, berdiri sambil membawa nampan berisi makanan.)

55. Viana : Nyonya, sebaiknya anda makan ini dulu. Pola makan Anda kacau, Nyonya.

56. Alesia : Mana yang lebih kacau, hidupku atau hidupku, Viana ?

57. Viana : Sejak awal Anda datang, kesedihan selalu terlihat di wajah Nyonya. Tuan Devano ... 58. Alesia : Jangan sebut nama itu, Viana ! Jangan sebut nama pembunuh itu.

 59. Viana : Maaf, Nyonya.

60. Alesia : Bagiku tidak ada siksaan yang lebih kejam daripada hidup di tempat ini. Dia membunuh milikku yang paling kucintai, dan merampas segalanya.

51. Viana : Maaf, Nyonya. Tuan Devano-kah yang .....

52. Alesia : Ya,Viana. Devano telah membunuh orang tuaku dan membuatku menjadi jauh lebih menderita sebagai istrinya.

53. Viana : Tapi segala kemewahan telah diberikan oleh tuan Devano. Apakah anda tidak merasa senang ?

54. Alesia : Apakah engkau pernah jatuh cinta, Viana ?

55. Viana : Sebagai pelayan saya tidak berhak apa-apa. Hidup saya ...

56. Alesia : Viana , apakah engkau pernah jatuh cinta ?

57. Viana : Eh, mmm... belum pernah, Nyonya. 58. Alesia : Benar seperti kata ibuku, Viana. Cinta ada dalam hati, jiwa. Setiap pecinta menyebarkan cahayanya, namun hanya sang pecinta yang dikehendakinya saja yang mampu menangkap cahaya itu. Hanya satu cahaya, Viana , hanya satu cahaya yang bisa membuat seseorang jatuh cinta. Satu cahaya yang bisa membuka cahaya lainnya. 59. Viana : Saya tidak paham apa yang Nyonya katakan.

 60. Alesia : Romana. Romana yang telah membuatku hidup, Viana. Dia terus menemui aku dan bercinta denganku. Aku mencintainya , aku mencintainya.

61. Viana : Nyonya ...

 62. Alesia : Ini rahasia, Viana. Jangan sampai Devano keparat itu tahu. Rahasia kita berdua.

 63. Viana ; Baiklah, Nyonya. Tapi makanlah ini dulu.

 ( Viana mengambil kembali nampannya dan memberikannya kepada Alesia. Alesia tersenyum dan menerimanya. Lantas berdiri dan berjalan keluar panggung. Viana mengikutinya.)


Bagian IV

 ( Disebuah tempat yang sejuk. Tempat dimana pecinta ada dan selalu muncul. Pada sebuah bangku panjang terlihat dua kekasih saling berhadapan. Sama seperti satu tahun setengah lainnya. Mereka saling mencintai.)

54. Romana : Alesia, aku takkan pernah ijinkan hatimu pergi meninggalkan aku.

55. Alesia : Aku berjanji dengan jiwa, Romana. Pada semangat yang telah membuatku selalu hidup. Dengan cinta.

56. Romana : Kedatanganmu kali ini apakah tidak ada yang mengetahuinya ?

57.Alesia : Devano ? Bajingan itu pergi ke kota. Mungkin akan berhari-hari. Jangan khawatir, Romana. Hari ini milik kita.

58. Romana : Alesia, apakah engkau masih mencintaiku ?

59. Alesia : Mengapa engkau bertanya lagi masalah itu, Romana ? Bukankah setiap kita bertemu kita selalu menyebut cinta, sayang. Untukmu aku adalah dewi yang menyebarkan cinta dan penghambaan.

60. Romana : Jangan biarkan cinta kita lari, Alesia. Lumut masih bisa berada jauh di bawah jurang, tapi mereka tetap setia pada air.

61. Alesia : Menara yang terkuat sekalipun akan bergoyang kalau waktu terlalu sering menyapanya, Romana. Tapi cinta kita akan kuat oleh masa. ( Romana mengelus rambut kekasihnya yang menyandarkan kepalanya di bahunya. Angin segar menyapu dan para pecinta menyanyikan lagu kebangsaannya. Keindahan nampak muncul dari langit dan bumi. Mereka sangat bahagia.) ( Tiba-tiba muncul suara-suara ramai. Penuh kemarahan dan dendam. Dari balik panggung muncul Devano dengan wajah garang. Kedua pecinta itu kaget. Alesia berdiri di depan Romana dengan melebarkan kedua tangannya. Dia berada diantara Romana dan Devano.)

62. Devano : Perempuan sundal ! Tak tahu malu. Ternyata dibelakangku engkau bermain cinta dengan dia, Alesia !

63. Alesia : Aku mencintainya. Lebih dari yang engkau kira, Devano.

64. Romana : Kami saling mencintai. Cinta kami takkan terputuskan. ( Romana mengeserkan tubuhnya ke depan Alesia. Sekarang Romana berada di depan Devano yang terlihat marah.)

 65. Alesia : Ya kami saling mencintai. Dan kami tidak mau diganggu oleh orang-orang busuk seperti engkau.

66. Devano : Cinta sejati ? ( Devano terlihat mengejek dan sinis) Cinta sejati kaubilang. Hanya ada dalam dongeng. Cinta bagiku adalah kekuasaan, kekuatan dan hasrat.

 67. Romana : Terkutuk.

 68. Devano : Sungguhpun aku terkutuk, Romana, tapi aku selalu diberkati. Ya, akulah pilihan bagi setiap jiwa. Engkau terkutuk, memang sudah dari asalnya. Pengganggu istri orang lain tidak mungkin diberkati.

69. Alesia : Pulanglah ke asalmu, pembunuh. Jangan ganggu kami.

70. Devano : Pulang ? Pulang ke mana ? Hahaha ... bukankah ini wilayahku. Aku bebas ada dimana saja.

 71. Alesia : Pulanglah ke neraka, Devano.

72. Devano : Mulut yang benar-benar manis, Alesia. Ah, apakah engkau telah lupa akan malam-malam yang membuatku bergairah. Hei, Romana, kekasihmu itu memang membuatku terbuai, tapi sayang dia kurang sedikit ehm...... Mungkin denganmu dia akan berubah menjadi kuda liar. Cup, ekhm.... Sangat menyenangkan.

 73. Alesia : Kurang ajar kau, Devano. Akan kubunuh kau. ( Alesia menyerbu kearah Devano dengan tangan kosong. Namun Romana menangkap pergelangan tanganya dan menariknya kebelakang.)

74. Romana : Alesia ..!

75. Devano : Hm, sangat menyenangkan.

 76. Romana : Apa maumu ? ( Devano mencabut belati di pinggangnya dan menjilat sisi pisaunya. Kemarahan dan kepuasan nampak di wajahnya.)

77. Devano : Membunuhmu, serangga pengganggu, agar aku bisa membebaskan Alesia darimu. (Dengan kecepatan tinggi Devano menyerang Romana. Romana menangkis serangan Devano dan mereka terlibat pergulatan seru. Alesia terjerembab kebelakang. Namun karena tanpa senjata, Romana akhirnya terdesak dan dalam satu kesempatan satu tusukan belati Devano bersarang di lambungnya. Romana terjatuh ke belakang. Terjatuh didekat Alesia yang menjerit dan menubruk tubuh kekasihnya. Darah nampak dimana-mana. Dan Devano menggenggam erat pisau yang masih berlumuran darah.)

78. Alesia : Romana, kekasihku jangan tinggalkan aku.

79. Romana : Alesia, bukankah jiwa akan abadi. Cintamu akan kubawa pergi. Ijinkan aku pergi, Alesia.

 80. Alesia : Jangan pergi, jangan pergi, Romana. Tambahkan goresan-goresan di dinding kamarmu. Engkau harus tetap hidup, Romana . Harus hidup. Demi aku.

81. Devano : Uh, agaknya perpisahan akan terjadi. Ah, tentunya kalian ingin tahu siapa yang telah menolongku menemukan kalian. (menengok ke luar) Kemarilah !(Nampak seorang wanita muncul dengan jubah menutupi wajahnya. Dan dengan perlahan dia membuka tabirnya. Alesia terkejut. Sangat. Karena yang dilihatnya adalah orang yang sangat dikenalnya. Dia adalah Viana yang muncul dengan rasa bersalah yang amat sangat di wajahnya. Viana bergetar badannya, dan menangis pelan. )

82. Alesia : Viana ...

83. Viana : Nyonya, aku mohon maaf. Aku tak bisa dimaafkan. Sewaktu Nyonya bertanya apakah aku pernah jatuh cinta, aku bilang tidak. Tapi sekarang aku jatuh cinta pada ....tuan Devano. Maafkan saya, Nyonya.

84. Devano : Cinta itu buta kan ? Terimakasih, Viana, engkau terlalu cantik untuk dimaafkan.

85. Viana : Saya.... saya ......hanya ...

 86. Alesia : Pengkhianat. Kalian semua pengkhianat.

87.Romana : Alesia .....akh ....... (Romana nampak kesakitan dan memegangi lukanya. Alesia membantunya menyandarkan kepalanya di pangkuan Alesia.)

88. Alesia : Semuanya akan baik-baik saja, Romana. Percayalah.

89. Devano : Alesia, dia tak akan terselamatkan. Sudahlah terima saja nasibmu. Kembalilah kepadaku. Viana hanya pelayan bagiku. Tak lebih . aku berjanji hanya engkaulah yang menjadi ratuku, Alesia. (Viana nampak terkejut dan mengambil jarak dengan Devano.)

90. Viana : Tuan, saya mencintai Anda sepenuhnya. Tetapi rupanya tuan hanya menganggapku sebagai pelayan saja. Apa anda lupa janji-janji yang tuan ucapkan agar saya mau memberitahu mengenai Nyonya. Bahwa saya akan menjadi ratu, dewi dan mendapatkan kebahagiaan. Lupakah ?oh ....

91. Alesia : Apakah ular berbisa itu memberi janji kepadamu, Viana ? Palsu ! ( Viana terpuruk , jatuh seperti kertas. Menangis dan tedampar pada perih yang sangat. Nampak Viana sangat kecewa dan menyesal. Dan Devano masih tegak berdiri.)

 92. Romana : Alesia , aku sudah tak tahan lagi. Lukaku semakin parah. Aku melihat banyak bayang-bayang. Wajahmu semakin kabur, Alesia .

93. Alesia : Romana ! Jangan pergi ....

94. Romana : Pada cinta dan hatiku didunia, selamat tinggal, Alesia . ( Romana meninggal di pangkuan Alesia yang meratapinya. Viana dengan terisak-isak berjalan mendekati kedua pecinta tersebut dan berusaha menyentuh bahu Alesia. Tiba-tiba Alesia mendorong Viana dengan wajah marah.)

95. Alesia : Jangan sentuh kami. Engkau telah menjual kami demi cintamu pada lelaki jahanam itu. Bukankah ini yang kau mau ? Iya kan ? Kematian agar engkau bahagia ? Akhirnya engkau sendiri menyesal. Pergi, pergi kau. Pergi. ( Viana nampak sangat terpukul. Dia seolah-olah telah kehilangan semangat untuk hidup. Namun tiba-tiba Viana terlihat seeperti orang yang telah mendapatkan kekuatan besar dari alam. Wajahnya memeraah karena marah, dan dengan kemarahan dan keputusasaan, Viana menerjang Devano yang masih memegang belati. Devano yang tidak menyangka kedatangan Viana secara reflek mengaraahkan belatinya ke depan. Dan menusuk perut Viana yang akhirnya jatuh.)

96. Viana : Tuan Devano ...saya ...terlalu mencintai ..... tuan. Saya ....rela mati .... Cintailah saya .....tuan .........Deva ........no ....

 97. Devano : Viana .......! ( Devano meratap dan mengangkat tubuh Viana keluar dari panggung. Suasana kelam tambah mencekam. Dari luar tedengar jeritan Devano. Suasana tambah kelam dan mencekam. Lantas sunyi. Yang nampak hanya kedua pecinta yang telah membeku. Malam memberikan restu pada kekasih yang telah pergi.)


Tamat Kotagede, 17 Februari 2003
Ditulis oleh Ajie eF Untuk Teater Puspanegara SMUN 5 Yogyakarta
Semoga para pecinta lainnya mendapatkan apa yang diinginkan.
Selamat menambatkan hatimu, para pejuang cinta.


home

Copyright (c) Teater Puspanegara
2003