teater puspanegara

PUISI-PUISI
AJIE F.

Isi :
Cahaya
Cinta Imajiner
Cinta
Lahir dan Beku
Tarian
Gadis
Pusing
Tinggal Hari
Hari Bagi Gelombang
Hanya Saja : Tidak
Layang Kanggo Sliramu  ( geguritan basa jawa )
Kaca Keling    (geguritan basa jawa )
Tresna     (geguritan basa jawa )
Donya    (geguritan basa jawa )




Cahaya


Mungkin cahayamu tidak lagi sampai pada dirinya
        pesonamu telah memudar saat lobang dibawah kakimu mulai melebur dan bersayap.
Mungkin cintamu telah berlari mencari angin yang telah membawa ingatannya
        untuk dicantumkannya pada bintang.
Atau aku harus melumat nadi yang tercipta dalam rekah bibirmu.
Maka ijinkan aku menjadi : pejuang cintamu.









Cinta imajiner

Coba tebak yang mana kekasihku
yang selalu kupuji
dan kubelai.
Hayo tunjuk yang mana yang kucintai
dalam bayangan tidur
dan kilat mataku.
Maafkan aku
engkau tak dapat memilihnya
        karena keduanya telah tenggelam dalam lautan tidurku.






Cinta

Saat terakhir engkau berkata,
        sama dalam setiap menit berlaku
tapi tak sama saat harus berbicara.
Aku mencintaimu.
Sungguh.









Lahir dan Beku

Suara teriakan malam, gemetar kedinginan
memberi kesempatan bayangan
untuk merangkak pulang.
Ketiak bayi yang belum sempat lahir
dan meleleh di ujung jemari
menyobek keangkuhan matahari
yang bersikukuh
dialah pemberani.

Dan darah adalah murka
mencari hawa dan adam
menciptakan dendam
atas kematian anaknya.

Adalah seuntai lelaku
jurang dalam setiap kebekuan air mata
menceritakan kehampaan
yang menelusuri tepian huruf
yang dihidupi lumut.

Sesuatu itu mungkin ada dalam hidupku, sayang.







Tarian

Tarian para dewi bukanlah akhir segalanya
dan dada-dada yang menerbangkan kesedihan
bukanlah batu bata yang menyusun kekalahanku.
Hari ini seseorang harus terlahir menjadi orang bijak yang mampu menerjemahkan salju
                                        mengabarkan debu
dan mencintai seseorang dalam kegelapan.








Pusing

a diatas a
b bersama b
dan c harus berdekatan dengan c
jika a bersama b
maka c bersama diriku
jika c bersama a
maka b bersama diriku
karena aku adalah panci bagi setiap otak yang belum pernah mendidih


Gadis

Seorang gadis berwarna kemerahan
mencari cinta dalam setiap lorong sejarah
yang menjadikannya serpihan kesedihan.

Jalan yang dijadikannya alir
menjelma sekelompok pecundang yang menginginkan api
dan jimat tak lagi punya makna.

Gadis kemerahan terus berjalan
mencari arti
mengapa dia mencintai
seseorang yang memberikannya debu.

Seorang ibu menyatakan
tidaklah berarti anak dalam rahim
pabila menjadikannya lahir
bukan dari cinta

Seorang pendeta memahamkan
cinta pada setiap bebatuan
sama seperti nyanyian nabi musa
pada setiap tahun-tahun penantiannya
atas penciptanya

Gadis kemerahan terus melangkah
menambahkan duri pada setiap kelopak kakinya
mewarnai bumi dengan merah darah
dan pusara sebagai akhir cerita.





Tinggal Hari

Sekarang hanya tinggal hari
menjadikanmu langgam
dan mentasbihkan air matamu
melalui bentuk keagungan

Kita adalah pahlawan
yang meneriakkan ketakukan
dalam penyamaran
membelenggu cinta akan kebebasan
menampik dosa dalam perjuangan
dan menolak menjadikan diri sebagai pengecut

Kita lebih pengecut
dari mereka yang pernah mendirikan tempat berdiri
bagi anjing-anjing
dan membunuh serigala yang memakan anakmu

Segalanya harus menanti
saatnya harus berpisah 
dan segalanya harus sampai
pada akhir yang tidak memilukan



Hari Bagi Gelombang

Apakah laut tak lagi memahat cemara yang menjaganya semalam itu
Bahkan camar tak lagi memberikan restu pada gelombang
sedangkan matahari tenggelam membesut
Dan dimana cahaya yang terbang
membakar pecahan waktu yang meringsut tadi malam

Aku tengah mencari bayang-bayang
yang ditinggalkan pertanyaanmu tadi pagi
Namun jendela memaksanya pergi
dan bercerita semua kebusukan kita
kala berteman malam itu



Hanya Saja : Tidak

Segengggam harapanmu padaku malam itu
                                                telah mengaburkan angin
Haruskah aku menjadikan dirimu pengembara
                                                dalam lautan nafasku
sedang langit tak memberikan nyawa pada tiap-tiap malam
yang menangis dalam jala-jala masa terakhirnya

Ataukah aku harus menundukkan diri
meneriaki pengecut pada setiap lepasan masa
milik dedaunan yang rela menggugurkan harinya

Dan aku, sungguh,
                                                 tak lagi bisa memahami engkau, Nana.






Layang Kanggo Sliramu

Aku kang tansah ngelingi
bates antarane kekayon jingga
lan wewayangan nitra
cecitra dak pundhi-pundhi
ateges ora aweh wangsulan
marang lelakon kang mlaku
ambyar lumampah dak sira banyu angrupi jiwa

Wengi mung unjal ambegan dhawa
amung pikiran sepi
dak rungu
sinambi gegayuh cipta
apa lan ana
mung saderma cidra.





Kaca Keling

Aja kandha marang tumetese langit
amurup geni amalat-malat
deksiya marang papan
lan angurupi kahanan
kang lumaku tansah awang-awang

Namung kuwasa ati
tansah angajak peksi kumandang
lali lumakune jagad
wasesa tingal
tan jalma muni saucap
mung trapsila ing lampis

Kidung anyumurupi
kinandang dening pra tuna
lunga adoh saking lelangitan
agawe ati miris
lan ora bisa anteng ing sabda





Tresna

Tresna amung kinanthi lamis
kanggomu amung rupa gagak kang agawe miris
nanging aku mung saderma nglakoni tinitah
tan bisa tumucap
tumungkul marang agawe pati

Rena ing penggalih, cah ayu
tampanana tresnaku




Donya

Ana bangke mlaku njerone bumi
angidhak papan wingit
kebak pawongan tumindak daksiya
arupa buta lan manungsa
nanging bangke lumaku ing kahanan padhang
njilma pawongan tumindhak ala
kang nyekel sawijining negara.



Copyright © Teater Puspanegara
2003