![]() PUISI-PUISI
AJIE F. Isi :
Cahaya Mungkin cahayamu tidak lagi sampai pada dirinya pesonamu telah memudar saat lobang dibawah kakimu mulai melebur dan bersayap. Mungkin cintamu telah berlari mencari angin yang telah membawa ingatannya untuk dicantumkannya pada bintang. Atau aku harus melumat nadi yang tercipta dalam rekah bibirmu. Maka ijinkan aku menjadi : pejuang cintamu. Cinta imajiner Coba tebak yang mana kekasihku yang selalu kupuji dan kubelai. Hayo tunjuk yang mana yang kucintai dalam bayangan tidur dan kilat mataku. Maafkan aku engkau tak dapat memilihnya karena keduanya telah tenggelam dalam lautan tidurku. Cinta Saat terakhir engkau berkata, sama dalam setiap menit berlaku tapi tak sama saat harus berbicara. Aku mencintaimu. Sungguh. Lahir dan Beku Suara teriakan malam, gemetar kedinginan memberi kesempatan bayangan untuk merangkak pulang. Ketiak bayi yang belum sempat lahir dan meleleh di ujung jemari menyobek keangkuhan matahari yang bersikukuh dialah pemberani. Dan darah adalah murka mencari hawa dan adam menciptakan dendam atas kematian anaknya. Adalah seuntai lelaku jurang dalam setiap kebekuan air mata menceritakan kehampaan yang menelusuri tepian huruf yang dihidupi lumut. Sesuatu itu mungkin ada dalam hidupku, sayang. Tarian Tarian para dewi bukanlah akhir segalanya dan dada-dada yang menerbangkan kesedihan bukanlah batu bata yang menyusun kekalahanku. Hari ini seseorang harus terlahir menjadi orang bijak yang mampu menerjemahkan salju mengabarkan debu dan mencintai seseorang dalam kegelapan. Pusing a diatas a b bersama b dan c harus berdekatan dengan c jika a bersama b maka c bersama diriku jika c bersama a maka b bersama diriku karena aku adalah panci bagi setiap otak yang belum pernah mendidih Gadis Seorang gadis berwarna kemerahan mencari cinta dalam setiap lorong sejarah yang menjadikannya serpihan kesedihan. Jalan yang dijadikannya alir menjelma sekelompok pecundang yang menginginkan api dan jimat tak lagi punya makna. Gadis kemerahan terus berjalan mencari arti mengapa dia mencintai seseorang yang memberikannya debu. Seorang ibu menyatakan tidaklah berarti anak dalam rahim pabila menjadikannya lahir bukan dari cinta Seorang pendeta memahamkan cinta pada setiap bebatuan sama seperti nyanyian nabi musa pada setiap tahun-tahun penantiannya atas penciptanya Gadis kemerahan terus melangkah menambahkan duri pada setiap kelopak kakinya mewarnai bumi dengan merah darah dan pusara sebagai akhir cerita. Tinggal Hari Sekarang hanya tinggal hari menjadikanmu langgam dan mentasbihkan air matamu melalui bentuk keagungan Kita adalah pahlawan yang meneriakkan ketakukan dalam penyamaran membelenggu cinta akan kebebasan menampik dosa dalam perjuangan dan menolak menjadikan diri sebagai pengecut Kita lebih pengecut dari mereka yang pernah mendirikan tempat berdiri bagi anjing-anjing dan membunuh serigala yang memakan anakmu Segalanya harus menanti saatnya harus berpisah dan segalanya harus sampai pada akhir yang tidak memilukan Hari Bagi Gelombang Apakah laut tak lagi memahat cemara yang menjaganya semalam itu Bahkan camar tak lagi memberikan restu pada gelombang sedangkan matahari tenggelam membesut Dan dimana cahaya yang terbang membakar pecahan waktu yang meringsut tadi malam Aku tengah mencari bayang-bayang yang ditinggalkan pertanyaanmu tadi pagi Namun jendela memaksanya pergi dan bercerita semua kebusukan kita kala berteman malam itu Hanya Saja : Tidak Segengggam harapanmu padaku malam itu telah mengaburkan angin Haruskah aku menjadikan dirimu pengembara dalam lautan nafasku sedang langit tak memberikan nyawa pada tiap-tiap malam yang menangis dalam jala-jala masa terakhirnya Ataukah aku harus menundukkan diri meneriaki pengecut pada setiap lepasan masa milik dedaunan yang rela menggugurkan harinya Dan aku, sungguh, tak lagi bisa memahami engkau, Nana. Layang Kanggo Sliramu Aku kang tansah ngelingi bates antarane kekayon jingga lan wewayangan nitra cecitra dak pundhi-pundhi ateges ora aweh wangsulan marang lelakon kang mlaku ambyar lumampah dak sira banyu angrupi jiwa Wengi mung unjal ambegan dhawa amung pikiran sepi dak rungu sinambi gegayuh cipta apa lan ana mung saderma cidra. Kaca Keling Aja kandha marang tumetese langit amurup geni amalat-malat deksiya marang papan lan angurupi kahanan kang lumaku tansah awang-awang Namung kuwasa ati tansah angajak peksi kumandang lali lumakune jagad wasesa tingal tan jalma muni saucap mung trapsila ing lampis Kidung anyumurupi kinandang dening pra tuna lunga adoh saking lelangitan agawe ati miris lan ora bisa anteng ing sabda Tresna Tresna amung kinanthi lamis kanggomu amung rupa gagak kang agawe miris nanging aku mung saderma nglakoni tinitah tan bisa tumucap tumungkul marang agawe pati Rena ing penggalih, cah ayu tampanana tresnaku Donya Ana bangke mlaku njerone bumi angidhak papan wingit kebak pawongan tumindak daksiya arupa buta lan manungsa nanging bangke lumaku ing kahanan padhang njilma pawongan tumindhak ala kang nyekel sawijining negara. Copyright © Teater Puspanegara
2003 |